ANALISISNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. CONTOH KASUS
TAKUT KEHILANGAN ANAK, PEREMPUAN YANG MENIKAH
CAMPURAN RELA MENERIMA KDRT
Karena takut akan kehilangan anak-anak yang dikandungnya, hampir
sebagian besar perempuan yang menikah campuran merelakan dirinya untuk mendapat
kekerasan dari suami dalam rumah tanggnya. Para perempuan ini rela memendam
diri bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Kerelaan ini tidak lain karena
ia takut jika terjadi perceraian dan kalau terjadi perceraian maka anaknya akan
dibawa suaminya untuk pulang ke negara asal. Inilah yang menekan perempuan yang
menikah campuran selama ini. Kasus inilah yang dialami
oleh Imaniar, seorang penyayi yang baru saja bercerai dengan suaminya yang berkewarganegaraan
Singapura. Imaniar harus berat hati merelakan anaknya untuk sementara di bawah
suaminya. Namun Imaniar tetap berjuang agar ia bisa
mendapatkan anaknya.
Dalam pengakuan Imaniar, selama dia menikah secara campuran Ia
merasa lebih banyak masalah yang berkaitan dengan kewarganegaraan. “Selama saya
berumah tangga, mantan suami tidak punya tanggungjawab terhadap keluarga.
Mantan suami saya selalu beralasan tidak bisa kerja karena status
kewarganegaraanya dan yang paling menyakitkan dia merasa bukan warga negara
Indonesia jadi tidak perlu punya kesadaran untuk bekerja”, ungkap Imaniar.
Imaniar juga mengaku dirinya takut kehilangan anaknya. “Selama berumah tangga,
yang saya takutkan adalah imigrasi, takut terjadi deportasi pada mantan suami
saya, karena kalau di deportasi maka anak saya akan ikut dia. Karena alasan
itulah saya selama ini tidak bersuara, saya takut deportasi dan akhirnya
kehilangan anak, meskipun saya merasakan sakit ketika berumahtangga, saya
selalu memendam setiap terjadi keributan” ujar Imaniar.
Sumber : Jurnalperempuan.com
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan kasus di
atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah “Bagaimana status kewarganegaraan anak yang lahir dari perkawinan
campuran antara Ilmaniar dengan warga Negara Singapura”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TIJAUAN PUSTAKA
Kasus yang dialami oleh Imaniar adalah bagian kecil dari banyak
kasus yang disebabkan oleh masalah kewarganegaraan yang akhirnya merugikan
perempuan.. Banyak kasus yang menjadikan perempuan secara tidak segaja
melakukan tindak pidana karena ketidaktahuannya bahwa anak kandungnya ternyata
adalah WNA. Misalnya di tempat dimana sering terjadi kawin kontrak (yang
tercatat) banyak laki-laki WNA yang menjadi bapak selama di Indonesia dan
mengakui anak-anak hasil perkawinan sebagai anaknya. Tetapi ketika masa
kerja/kontraknya habis dengan enaknya ia meninggalkan istri dan anak-anaknya
(yang WNA).
Kebanyakan Istri kebingungan ketika petugas menanyakan surat-surat
untuk anak-anaknya yang selama ini diurus oleh suaminya atau kantor suaminya.
Akhirnya perempuan ini sudah menjadi korban dari suami yang tidak
bertanggungjawab, perempuan inipun di dakwa menyembunyikan WNA yang tidak lain adalah anak kandungnya. Lebih
parah lagi, ada kemungkinan si anak di deportasi ke negara asal bapaknya yang
belum tentu mau mengakui atau menerima anak tersebut.
Kasus lain yang juga terkenal adalah kasus ancaman pendeportasioan
Samantha Deborah oleh kantor Imigrasi Bandung. Samantha adalah hasil perkawinan
dari Erna Wouthuysen dengan Arnold Johan Octman seorang WN Belanda. Erna Wouthuysen
mendapatkan hak perwalian bagi anaknya ketika terjadi perceraian dan akhirnya
membawa Samantha ke Bandung. Karena Erna lalai mengurus perpanjangan ijin
tinggal bagi Samantha (yang tentu saja masih berkewarganegaraan sama dengan
ayahnya), mertuanya sempat membawa lari Samantha yang saat itu dalam proses
pendeportasian dan menginap di kantor Imigrasi. Melihat kasus itu, sang suami
kemudian memanfaatkan kelalaian ini sebagai ketidakmampuan Erna mengurus
anaknya dan mengajukan permohonan agar pengadilan Belanda mencabut hak
perwalian Erna atas Samantha. Untungnya pengadilan tetap memutuskan Erna wali
bagi Samantha.
Kasus terbaru adalah kasus dugaan KDRT terhadap
manohara Odelia Pinot. Manohara mempunyai dua kewarganegaraan yaitu Indonesia
(berdasarkan ius sanguinis) dan Ameriak Serikat (berdasarkan ius soli) hal ini menjadi semakin rumit karena perkawinannya dengan putera
raja Kelantan, Malaysia. Seharusnya, setelah menikah menohara menggunakan hak
opsinya.
Kasus seperti diatas sangat banyak bermunculan sebelum lahirnya UU
No. 12 Tahum 2006 dan PP No.2 Tahun 2007 karena sebelumnya Undang-undang yang
ada memang sama sekali tidak menguntungkan bagi perempuan dan anak dari
perkawinan campuran. Namun demikian, kasus
seperti ini bias saja muncul karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentanng
tata cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
1. Pengertian Warga Negara
Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Pasal 1 ayat (1), “Warga Negara adalah warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan”. Selanjutnya, dalam pasal
2 dijelaskan bahwa “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang
bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga negara”. Secara jelas hal-hal mengenai kewarganegaraan diatur dalam UUD ‘45
dalam:
v pasal 26 (definisi warga negara),
v pasal 27 ( kedudukan warga negara),
v pasal 28 (hak-hak warga negara),
Mempunyai kejelasan status warga negara bagi seseorang sangat
penting agar hak-hak warga negara dilindungi oleh negara dan hidupnya menjadi
aman, tenteram dan dapat berusaha dengan nyaman.
2. Asas-Asas Kewarganegaraan
Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang ada 3
asas yang harus dipahami :
a. Ius Soli (disebut asas kelahiran)
Asas ini menentukan
kewarganegaraan seseorang menurut daerah atau tempat dimana dilahirkan. Asas
ini dianut oleh Inggris, Mesir, Amerika dll.
b. Ius Sanguinis (asas keturunan)
Menurut asas ini yang
menentukan kewarganegaraan seseorang menurut arah dan keturunan dari orangtua
yang bersangkutan. Asas ini dianut oleh RRC.
c. Naturalisasi (pewarganegaraan)
Orang dapat menjadi warga
negara dari suatu negara setelah melakukan langkah-langkah hokum tertentu.
Biasanya dilakukan setelah dewasa. Adanya perbedaan dalam menentukan
kewarganegaraan di suatu negara dapat menimbulkan 2 kemungkinan bagi seseorang
yaitu :
v Apatride (tanpa kewarganegaraan),
v Bipatride (punya kewarganegaraan
ganda).
Dalam menentukan status
kewarganegaraan suatu negara, pemerintah lazim menggunakan stelsel aktif danstelsel pasif. Menurut stelsel aktif orang harus melakukan langkah-langkah hukum
tertentu agar diakui kewarganegaraannya, sedang stelsel pasif orang yang berada dalam suatu negara dengan
sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa harus melakukan tindakan hukum
tertentu.
Berkaitan dengan 2
stelsel di atas, seorang warga negara dalam suatu negara pada dasarnya
mempunyai hak opsi dan hak repudiasi.
v hak opsi adalah hak untuk memilih
suatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif),
v hak repudiasi adalah hak untuk menolak
suatu kewarganegaraan (dalam stelsel pasif).
Dalam perjalanan sejarah
Indonesia, masalah kewarganegaraan diatur dalam:
v UU no 3 tahun 1946 (sudah tidak berlaku),
v KMB 27 Desember 1949 (sudah tidak berlaku),
v UU no 62 tahun 1958 (sudah tidak berlaku),
v UU no 3 tahun 1976 (sudah tidak berlaku),
v UU no 12 tahun 2006,
v PP No. 2 tahun 2007.
Menurut UU yang UU no 12
thn 2006 maka asas yang dipakai Indonesia dalam menentukan kewarganegaraan
adalah :
v asas ius soli,
v asas ius sanguinis,
v asas kewarganegaraan
tunggal,
v asas kewarganegaraan
ganda terbatas (hanya berlaku bagi anak sampai usia 18 thn).
Keunggulan UUno 12 tahun 2006 dibanding
sebelumnya :
v tidak mengorbankan keepentingan nasional (mis : kewarganegaraan
ganda terbatas sampai 18 th),
v adanya asas perlindungan maksimum (mencegah kasus ketiadaan
kewarganegaraan),
v mengakui asas persamaan dalam hokum,
v non diskriminasi (mis : dicabutnya Surat Bukti Kewarganegaraan
Republik Indonesia/SBKRI)
3. Cara mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia
Bagaimana Cara orang
asing bisa masuk menjadi warga negara Indonesia? Tentunya melalui proses naturalisasi. Ada 2 cara :
v Naturalisasi biasa: mengajukan permohonan kepada Menteri hukum dan HAM melalui kantor
pengadilan negeri setempat dimana ia tinggal atau di Kedubes RI apabila di luar
negeri permohonan ini ditulis dalam bahasaIndonesia. Bila lulus maka ia harus
mengucapkan sumpah setia di hadapan pengadilan negeri.
v Naturalisasi istimewa: diberikan kepada orang asing yang berjasa kepada negara.
4. Kehilangan
kewarganegaraan Indonesia.
Mengapa seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan
Indonesia? karena :
v kawin dengan laki-laki asing,
v menjadi tentara luar negeri,
v diangkat anak secara syah oleh laki-laki asing,
v mempunyai paspor dari negara asing,
B. PENYELESAIAN KASUS
BERDASARKAN UNDANG -UNDANG NO.12 TAHUN 2006
Negara Indonesia adalah Negara yang menganut asasius sanguinis, (Pasal 4 huruf (b) s/d huruf (h)) maupun ius soliyang dibatasi (Pasal 4 huruf (i) s/d (m)) dengan tidak semua orang
yang lahir di Indonesia menjadi warga negara Indonesia, misalnya jika kedua
orang tuanya adalah warga negara asing.Jadi, anak yang lahir dari
perkawinan campuran adalah Warga Negara Indonesia.
Dalam kasus Ilmaniar, status kewarganegaraan anaknya adalah Warga Negara Indonesia
berdasarkan:
1. Pasal 4 huruf (d)
“Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari
seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia”.
2. Pasal 21
“Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun ataubelum kawin,
berada dan bertempat tinggal di wilayahnegara Republik Indonesia, dari ayah
atau ibu yangmemperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesiadengan sendirinya
berkewarganegaraan Republik Indonesia”.
Singapura sebagai negara yang juga menganut asas ius sanguinis membuat anak yang lahir dari perkawinan tersebut
memiliki kewaarganegaraan ganda (bipatride). Indonesia menganut asas kewarganegaraan ganda
terbatas hinga usia 18 tahun. Setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin,
barulah kemudian anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya (hak opsi). Hal ini diatur dalam Pasal ayat (1) UU No.
12/2006.
Dengan demikian, setelah perceraian, anak
tersebut seharusnya bisa terus berada di Indonesia tanpa harus dideportasi.
Karena ia juga merupakan warga Negara Indonesia.
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam
perkawinan campur juga dialami Manohara Odelia Pinot. Manohara mempunyai dua
kewarganegaraan yaitu Indonesia (berdasarkan ius sanguinis)
dan Ameriak Serikat (berdasarkanius soli) hal ini menjadi semakin rumit
karena perkawinannya dengan putera raja Kelantan, Malaysia. Seharusnya, setelah
menikah Manohara menggunakan hak opsinya. Kewarganegaraan ini kabarnya menjadi
satu alasan lambatnya penyelesaian kasus Manohara.
Pemerintah seharusnya lebih mensosialisasikan
setiap produk undang-undang dengan mempermudah akses terhadap undang-undang
agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang kembali.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak yang lahir dari perkawian ilmaniar dengan warga negara singapura memiliki
kewarganegaraan ganda, yaitu kewarganegaraan singapura dan kewarganegaraan
indonesia. namun pada usia 18 tahun, anak tersebut harus memilih salah satu
kewarganegaraannya.
B. SARAN
Pemerintah seharusnya lebih
mensosialisasikan Undang –undang No. 12 tahun 2006 sehingga tidak ada lagi
warga Negara Indonesia yang harus mengalami KDRT karena perkawinan campuran
alasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar